8 mins read

Sebuah Perjalanan Luar Biasa ke Kota Terlarang Lhasa

MataJP

Pada tahun 1924, Alexandra David-Neel kelahiran Prancis menjadi wanita Eropa pertama yang menginjakkan kaki di kota Lhasa di Tibet. Kini, 100 tahun kemudian, kisahnya selalu relevan. Bermain Games juga termasuk healing loh, nah di situs banyak sekali game seru yang bisa kamu coba mainkan!

Sejak zaman Romawi, para pelancong berbondong-bondong ke Digne-les-Bains di Provence utara yang beraroma lavender gara-gara mata air alaminya. Namun, meski kakinya letih setelah 14 tahun melaksanakan perjalanan berani melintasi Asia, bagi Alexandra David-Néel, bukan kebolehan pemulihan dari air spa yang memanggilnya ke kota Prancis terhadap tahun 1928. Sebaliknya, keadaan tersebut membawanya kembali. ke Tibet tercinta, sebuah negara yang, empat tahun sebelumnya terhadap tahun 1924, terhadap umur 55 tahun, ia menyeberang dengan berjalan kaki dengan menyamar sebagai peziarah untuk menjadi wanita Eropa pertama yang memasuki kota terlarang Lhasa.

Lahir di Paris, David-Néel udah menggunakan tiga tahun sejak ulang ke Prancis terhadap tahun 1925 berkeliling negara dan menjadi tuan tempat tinggal percakapan untuk mengambil keputusan statusnya sebagai ahli didalam filsafat Tibet dan Buddha. Rumahnya hanya sementara: sebuah vila sewaan di Toulon, sebuah kota pelabuhan di sebelah timur Marseille di pantai Mediterania, daerah ia menulis dengan mengerti dan rinci kisah petualangannya yang menggemparkan: Voyage d’une Parisienne à Lhassa (diterjemahkan ke didalam bhs Inggris dengan judul Perjalananku ke Lhasa).

Dengan penghasilan dari tulisannya, David-Néel bisa mencari daerah untuk dirinya sendiri. Ketika seorang agen real estat membawanya sejauh 150 km ke pedalaman ke Digne-les-Bains, dan dia menikmati panorama pegunungan berjumpa sungai, seolah-olah dia udah mendapatkan hal yang paling dekat dengan Tibet di tanah kelahirannya. Dia membeli sebuah pondok kecil di pinggiran kota di atas tanah seluas satu 1/2 hektar, menamakannya “Samten Dzong”, atau “Kediaman Refleksi”.

Baru-baru ini dipulihkan seperti pas dia tinggal di sana, Maison Alexandra David-Néel (sebutan properti ini sekarang) terbuka bagi pengunjung untuk mempelajari lebih lanjut berkenaan kehidupan dan petualangan wanita pionir ini. Dan tahun 2024 adalah tidak benar satu perayaan ekstra, gara-gara menandai seratus tahun perjalanannya ke Lhasa, dengan dua pameran sementara: studi fotografi perjalanan David-Néels ke Lhasa (hingga 31 Maret) dan koleksi karya tekstil yang terinspirasi oleh David-Néels perjalanan seniman Perancis-Iran Golnaz Payani (hingga 19 Mei).

Tentang Kota Lhasa

Tenzin Gyatso, Dalai Lama ke-14, menyebut David-Néel sebagai “seorang Buddhis yang antusias, orang pertama yang memperkenalkan Tibet yang sesungguhnya ke Barat”. Memang benar, karyanya – lebih dari 30 buku berkenaan agama Buddha dan perjalanan – udah dianggap udah membentuk pemahaman Barat berkenaan spiritualitas dan agama Timur. Dia udah dikreditkan dengan artis yang merubah seperti penulis Beat Generation seperti Jack Kerouac.

Namun, seperti yang dikatakan oleh penulis biografinya Jeanne Mascolo de Filippis, “Dia selalu tidak dikenal”.

“Bahkan kala aku berkata dengan orang-orang di sekitar saya, dan berikan mengerti mereka bahwa aku menulis buku berkenaan dia, tetap ada orang yang bertanya siapa dia,” mengerti penulis dan pembuat film yang tinggal di Paris.

David-Néel lahir sebagai Louise Eugénie Alexandrine Marie David terhadap tahun 1868 dari ayah Perancis dan ibu Belgia. Dia mengakui kegelisahannya sejak umur muda. “Sejak aku berusia lima tahun, seorang anak kecil Paris yang dewasa sebelum saat waktunya… Saya ingin sekali melampaui gerbang taman, ikuti jalur yang melewatinya, dan berangkat menuju Yang Tak Diketahui,” tulisnya di kata pengantar. untuk Perjalanan Saya ke Lhasa.

Saat tetap muda, ia berpindah-pindah antara Inggris, Italia, Prancis, dan Belgia, sering datang ke kalangan anarkis dan feminis. Pada umur 21 tahun, setelah melahap buku-buku di perpustakaan Theosophical Society di Paris, dia masuk agama Buddha. Dia melaksanakan perjalanan ke India untuk pertama kalinya terhadap tahun 1894 untuk studi bhs Sansekerta.

Setelah kembali, dia berubah antara jurnalisme dan kehidupan di panggung sebagai penyanyi opera dan apalagi bekerja di kasino di Tunis; di ibu kota Tunisia, terhadap tahun 1904, ia menikah dengan Philippe Néel, seorang insinyur Prancis yang bekerja di bidang kereta api. Pernikahan mereka akan menjadi pernikahan yang tidak biasa, satu pernikahan dihabiskan secara terpisah, namun mereka selalu menikah sampai dia meninggal terhadap tahun 1941.

Dia miliki banyak kehidupan, masing-masing dengan muka yang amat berbeda, namun seutuhnya mencerminkan modernitas yang agung terhadap masanya
“Dia miliki banyak kehidupan, masing-masing dengan muka yang amat berbeda, namun seutuhnya mencerminkan modernitas agung terhadap masanya,” mengerti Nadine Gomez-Passamar, kepala kurator Musées de la Ville de Digne-les-Bains, fasilitas museum yang bertanggung jawab atas Maison Alexandra David-Néel.

Bagi Gomez-Passamar, apa yang mengakibatkan David-Néel lebih luar biasa adalah bahwa ia tidak berasal dari latar belakang borjuis atau kaya. “Semua yang dia capai, dia melaksanakan dengan fasilitas yang amat terbatas,” katanya.

Pada tahun 1911, David-Néel memulai apa yang lantas menjadi pelayaran terbesarnya: pengembaraan selama 14 tahun melintasi Jepang, Korea, Tiongkok, Mongolia, India, dan Tibet yang berpuncak terhadap perjalanan empat bulannya ke Lhasa. Dia studi bhs Tibet atas instruksi Dalai Lama ke-13 (audiensi yang menjadikannya wanita Barat pertama yang diterima oleh Dalai Lama mana pun), mempelajari teks di biara-biara Tibet, dan bermeditasi di sebuah pertapaan pegunungan terpencil di Himalaya Kerajaan. Sikkim (sekarang menjadi negara anggota di India) selama 18 bulan. Di Sikkim dia berjumpa dengan seorang biksu muda bernama Aphur Yongden yang menjadi kawan perjalanannya dan selanjutnya menjadi putra angkatnya.

Sementara itu, lokasi inti Tibet, juga ibu kota Lhasa, tertutup bagi seluruh orang asing, jikalau Inggris, yang udah merundingkan kendali atas jalur perdagangan. Hal ini tidak mengganggu David-Néel, yang menulis didalam Perjalanan Saya ke Lhasa bahwa dia udah bersumpah untuk “mencapai Lhasa dan membuktikan apa yang bisa dicapai oleh keinginan seorang wanita”.

Saat dia menceritakan didalam memoarnya, dia menavigasi perampok dan pengawas perbatasan, melaksanakan perjalanan khususnya di bawah naungan malam, wajahnya menjadi gelap gara-gara jelaga memasak dan mengenakan kuncir rambut yak pas dia memainkan peran sebagai ibu Yongden. Latar belakang aktingnya amat berguna. “Dia senang berdandan,” kata Mascolo de Filippis.

Namun keberhasilan di Lhasa, daerah para petualang dan misionaris mengalami kegagalan, lebih dari sekedar kebolehan aktingnya. “Dia diinisiasi oleh para master, menjadi tujuannya udah lebih sah. Dan, dia amat mengenal daerah tersebut – lagipula, dia udah menggunakan pas bertahun-tahun tinggal [di Tibet],” kata Mascolo de Filippis.

Dia tinggal di Lhasa selama dua bulan, selanjutnya menginjakkan kaki di didalam Istana Potala yang menjulang tinggi, kediaman musim dingin Dalai Lama, sebelum saat meninggalkan kota dengan Yongden untuk memulai perjalanan panjang ulang ke Prancis.

David-Néel menjalani kehidupan Provençal di tempat tinggal yang secara bertahap diperluas, juga membangun menara di tengahnya untuk meditasi, di atasnya terkandung gyältsän, lambang kemenangan Tibet. Pada tahun 1937, ia ulang ke Asia untuk perjalanan sembilan tahun yang merupakan perjalanan terakhirnya, menjual beberapa tanah di sekitar Samten Dzong untuk membiayai perjalanannya.

Yongden, putra angkatnya, meninggal terhadap tahun 1955. David-Néel hidup sampai umur 100 tahun, meninggal tepat sebelum saat ulang tahunnya yang ke-101 terhadap tahun 1969. Dalam wasiatnya, dia meninggalkan Samten Dzong dan hak atas karyanya atas kota Digne-les-Bains, namun mengambil keputusan bahwa sekretaris dan rekannya, Marie-Madeleine Peyronnet, bisa selalu tinggal di tempat tinggal tersebut. “Peyronnet mulai mengubahnya cocok selera dan model periode 70-an,” kata Gomez-Passamar. “Dia lantas tinggal di sebuah vila yang dia bangun sedikit lebih tinggi.”

Lebih seperti ini:

  • ‘Lembah Surga’ yang tersembunyi di Himalaya
  • Wanita kuat dari kerajaan kuno
  • Dalam jejak penjelajah wanita yang terlupakan didalam sejarah

Ketika pemerintah kota Digne-les-Bains menentukan untuk merenovasi tempat tinggal tersebut ke model aslinya, mereka berubah ke Gomez-Passamar. “Dari arsip-arsip tersebut, kita sukses menyusun ulang seluruh ruangan yang udah disulap,” jelasnya. Pada tahun 2023, renovasi setia Samten Dzong udah selesai, sampai ke kebun sayur kecil dengan tomat subur di musim panas dan taman mawar – bunga favorit David-Néel. Jangan lupa cobain main game di situs terpercaya dan pastinya aman.

David-Néel sendiri menanam pohon jeruk nipis yang berdiri di pintu masuk properti, yang sekarang menjadi monumen bersejarah yang amat eklektik dan penuh kenang-kenangan dari perjalanannya. Pengalaman pengunjung di awali di vila Peyronnet, yang sekarang menjadi museum, yang menelusuri kronologi kehidupan dan eksploitasi David-Neel melalui koleksi foto, korespondensi, dan objek perjalanan yang dijelaskan didalam bhs Prancis dan Inggris.

Originally posted 2024-03-17 06:35:01.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *